Avatar 1

Avatar 2

harry maksum dan nisye maksum

harry maksum dan nisye maksum
harry maksum dan nisye maksum

Senin, 03 Agustus 2009

'Dugaan' Strategi Bom sebagai Upaya Mengalihkan Masalah Besar Kegagalan KPU 2009

Tulisan Kritis Saudariku Marissa Haque Sahabat Nisye Istriku, pada Blog-nya di Grup Harian Kompas, Jakarta.

Sumber: http://marissahaque.kompasiana.com



Sebenarnya judul tulisan yang akan saya gunakan sebagai pemaparan salah satu mozaik dari sekumpulan perjuangan para penjujur keadilan Indonesia kali ini adalah: “‘Dugaan’ Legalisasi Kecurangan Pilkada Banten 2006: ‘Dugaan’ Terlibatnya KPUD Banten, Presiden SBY, Wapres JK, Kapolri, & Ratu Atut Sendiri”, untuk menggambarkan bahwa suasana carut marut-centang perenang yang dihadapi bangsa ini sejak lima tahun belakangan ini adalah sebuah disain yang memiliki ‘template’ sama persis dengan apa yang pernah kita semua alami didalam dominasi rezim Orde Baru yang pernah sangat lama berkuasa secara represif dan otoritatif itu!

Bahwa ‘kekonyolan’ berita kecurangan Pilpres 2009 sebenarnya adalah BERITA BASI, yang terus berulang serta dapat dengan mudah diprediksi. Sama persis dengan situasi dan kondisi Pilkada Banten 2006 yang dipenuhi oleh ratusan systemized crime yang by design serta holistic. Bahkan hari ini saya merasa bahwa bila kita tidak pandai ‘berkelit,’ maka menjelang diberlakukannnya UU ITE dipertiga awal tahun 2010 kedepan ini, karakter ‘demokratis’ medium “we-media” Kompasiana.com kita tercinta ini sangat mungkin hanya tinggal dalam catatan sejarah belaka. Judul yang ada diatas muncul sebagai inspirasi dalam riset independen yang saya lakukan beberapa saat yang lalu sampai hari ini, yang ternyata adalah hanya satu dari ribuan elemen yang tidak berdiri sendiri. Dia ada dalam sebuah sub-jaringan sistemik menuju aim/goal yang sama. Yaitu mempertahankan status-quo dari para pemain lama yang sudah berganti baju dan panggung baru (Machiavelli dalam Il Principe), agar tetap terus dapat dipercaya oleh ‘sang tuan putih’ nun diseberang lautan sejauh half way round the wolrd. Para ‘tuan’ penggagas The Washington Concensuss yang berisikan tiga institusi berpengaruh besar abad ini: (1) IMF; (2) World Bank; (3) WTO.

Sebenarnya berkembangnya curiosity saya terkait keterangan tersebut diatas adalah ketika didalam masa dua tahun riset dipedalaman hutan Provinsi Riau – pada tahun 2007-2008 – dengan mata kepala sendiri saya menyaksikan kerusakan masif hutan diwilayah propinsi itu yang diikuti oleh kehancuran kebudayaan setempat, meningkatnya kriminalitas, dan bertumbuh suburnya kekuasaan oknum sisa rezim Orde Baru dengan teknik meminjam wajah Budaya Melayu lokal berbaju demokrasi. Kejahatan lingkungan hidup di Provinsi Riau berbanding lurus dengan korupsi birokrasi dan korupsi ekonomi dengan memberikan kemenangan mutlak pada Pilkada di Provinsi Riau tahun lalu. Padahal disaat yang bersamaan Kandidat Gubenur Riau saat itu (incumbent) sudah dalam status sebagai saksi kasus korupsi dan kasus delik pidana ILLEGAL LOGGING (pencurian kayu) di Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan dan menjelang menjadi TSK (TERSANGKA). Bahkan salah satu Bupatinya disana sekitar dua minggu setelah disidang langsung dijebloskan ke’pesantren’ Tipikor Jakarta Selatan.

Sehingga mulai dari tulisan kali ini kedepannya, para pengunjung kompasiana.com maupun para blogger lainnya yang kebetulan mampir dan membaca tulisan ini akan semakin kenal karakter perjuangan, yang selama ini saya dan tim penjujur keadilan lakukan kedepannya. Sekalian menjawab “say hello” Pak Prayitno yang disayang Allah, ketika kemarin sembari bernyanyi dipanggung kemarin saat Kopdar menyapa saya dan mengucapkan: "… hehehe… Atut maning… Atut maning” (smile). Bercanda ya Pak Prayitno yang baik…

Sehingga kedepannya dalam tulisanku kelak, upaya penyampaian hasil riset semi formal saya tidak ‘melulu’ sekedar berasal dari Provinsi Banten dengan tokoh utama Ibu cantik bernama Ratu Atut Chosiyah, SE -- yang diduga mendapatkan Sarjana Ekonomi-nya dibawah syarat dasar kompetensi kelulusan nasional Dikti -- kognisi, afeksi, psikomotorik -- yaitu untuk kelulusan Sarjana Strata 1 harus diselesaikan selama masa minimal 4 (empat) tahun. Nah, sementara Ratu Atut Chosiyah, SE, diduga sukses mendapatkan S1 Sarjana Ekonominya hanya dalam 8 (delapan) bulan saja… Luar biasa!

Disamping itu, juga walau 3 (tiga) pasang kandidat dari partai lain – selain Golkar dan PDIP yang mendukung Atut – ‘berteriak-teriak’ soal status Atut yang care taker (bukan incumbent) berijazah palsu dan aduan malah sampai ke Istana Negara dan Sekab serta Sekneg (saya lakukan sendiri bersama beberapa kader dari Partai Demokrat dan PKS) melalui Aspri Presiden SBY (Brigjen Kurdi Mustopha) dan Aspri Ibu Ani SBY (Nurhayati Assegaf, SH/sama-sama di KAHMI dengan saya), melalui Prof. Dr. Adnan Buyung Nasution (Staf Khusus Kepresidenan bidang Hukum), melalui beberapa Ketua Partai Demokrat mulai dari Prof. Dr Mubarok, Inggrid Kansil (suaminya Ketua Fraksi PD di DPR RI), Sarjan Taher, Benny K. Harman, Johny Allen, Vera Rumangkang dan Ayahnya Ventje Rumangkang, sampai dengan adinda Angelina Sondakh dan Adjie Massaid! Ternyata setelah mencoba membantu – dengan segala hormat terimakasih saya yang sangat tinggi bagi mereka yang telah membantu dan yang namanya tersebut diatas – mereka semua ‘angkat tangan’ dan mengakatakan tidak dapat membantu perjuangan saya lebih jauh karena beberapa pertimbangan. Salah satu yang diungkapkan adalah: (1) sudah kadaluwarsa; (2) daaaaaan… yang ini paling menyakitkan diucapkan oleh Aspri Ibu Ani SBY bernama Nurhayati Assegaf , SH dirumahnya didaerah Cililitan malam hari ketika saya desak apa jawaban dari Ibu Negara Ani SBY: ”… karena Bapak Soesilo Bambang Yudhoyono ‘hanyalah’ Presiden biasa!”


Secara pribadi lalu mereka mendekati saya, agar berkeinginan untuk bergabung dalam wadah Partai Demokrat untuk kedepannya dikader dan dibina. Rencana nantinya saya dapat bocoran A1 akan dikirim kesalah satu negara di Eropa Timur menjadi Duta Besar. Yang penting asal mau menjadi kader PD, dibina dalam masa kurang-lebih setahun, dan melupakan perjuangan saya untuk rakyat Banten terkait perlawanan atas kecurangan sistemik Ratu Atut dan keluarga besarnya (Ayahnya)!

Kalau saya silau dengan kedudukan duniawi tersebut dan melakukan perjuangan untuk diri sendiri, tentu seperti Mas Amris Fuad Hasan teman baik saya saat di PDIP lalu, walau partainya bersikap sebagai oposisi namun tawaran emas seperti itu seharusnya wajib diambil. Mas Amris Fuad Hasan (PDIP) hari ini adalah Duta Besar di New Zealand atas jasa baik Vera Rumangkang (PD/Anggota DPR RI Komisi XI/mantan calon Kakak Ipar Angelina Sondakh lalu) dan ayahnya Pak Ventje Rumangkang yang sangat saya hormati (beliau ini sangat humble dan murah hati/dermawan). Terakhir masa tugas kami – Mas Amris dan saya – adalah ke Geneve, Swiss untuk merapihkan persiapan IPU (International Parliement Union) yang diadakan di Jakarta tahun depannya. Posisi saya sat itu adalah Wakil Ketua Ketua Delegasi Indonesia yang berpusat di IPU, Geneve, Swiss yang Ketua Delegasi Indonesia-nya dipegang oleh Mas Amris (kedua dari kami saat itu adalah PDIP). Namun sejujurnya dari hati sanubari saya yang terdalam ingin saya sampaikan rasa terimakasih serta penghargaan yang luar biasa atas tawaran kesempatan yang pernah ditawarkan kepada saya kemarin itu. Saya ingin mengambilnya bilamana kompetensi saya mencukupi untuk menjadi seorang Duta Besar, seperti almarhum Ayah Mertuaku yang memang seorang Diplomat Karir.

Mungkin kalau tawaran itu diberikan kepada Ikang Fawzi suamiku hari ini ceritanya akan berbeda, karena Ikang adalah anak keluarga besar Deplu dan dibesarkan dalam lingkungan Deplu diluar negeri. Serta partai dimana suamiku bergabung (PAN) adalah ketua tim sukses pada Pilpres 2009 yang baru lalu ini – Bapak Hatta Radjasa. Sehingga tawaran saat lalu sebagai barter perjuangan saya di Banten saya anggap sebagai salah alamat. Seharusnya diberikan kepada Ikang Fawzi suamiku. Sementara saya hanya ingin mendampingi suami sajaaaa… itu juga jikalau kelak tawaran itu datang lagi! Namuuuun… tawaran yang datang untuk Ikang lho, jadi tidak perlu untuk saya! Biar Ikang Fawzi suamiku saja yang menjadi Duta Besar seperti almarhum Dato’ Fawzi Abdulrani Ayahnya dan seperti Mas Amris Fuad Hasan kawan baikku, biar saya jadi Ibu Dubes-nya saja seperti Ibu (Ratu) Setia Nurul Muliawati almarhumah Ibu Mertuaku saat lalu. Saya tidak akan pernah ingin ‘menjual’ keyakinan perjuangan Banten dengan kedudukan apapun juga. Karena akan mencemarkan value of persistency yang selama ini saya jaga didalam nawaitu-ku.


Pernyataan KPU yang Melemah Tidak Melegakan!

Apakah saya berbahagia dengan pernyataan Prof. Dr. Hafiz Anshari Ketua KPU yang didalam gambar headline Kompas hari ini didampingi Putu Artha dan Andi Nurpati? Saya hanya dapat menyunging senyum kecil diujung bibir. Dalam hati saya ‘berteriak’: “ Yess! Wayamkuruna wayam kumullaaaaah… wallahu khoirun maakiriin”, yang artinya kurang lebih adalah “silahkan wahai kalian manusia untuk merencanakan makar, namun sesungguhnya Allah SWT Azza wa Jalla adalah Maha Pembuat Makar!” Strategi KPU yang menunda mengesahkan putaran ketiga Pileg 2009 dimana terdapat 40 nama yang sesungguhnya berhak secara konstitusional – nama saya Marissa Haque Fawzi berada didalam 16 daftar nama Caleg asal PPP dapil Jawa Barat (bukan lagi dapil lama di Jabar 1 sesuai Undang-undang!) – saya ‘duga’ telah dibalas oleh Sang Maha Kuasa dengan ‘menggulung’ mereka atas munculnya gugatan Zainal Ma’arif kader Demokrat – dulu kader PPP, terus PDIP (Mega-Bintang), lalu PBR (dan menjadi salah satu Ketua DPR RI), kembali ke PPP (dilantik bersama saya tahun lalu), belakangan 2009 ini menjadi Demokrat) – yang mengancam secara konstitusi dengan men-DELEGITIMASI keabsahan perjalanan Pilpres 2009 karena menghasilkan MARGIN OF ERROR hampir 40%! Sehingga paket dari hancurnya kualitas pengelolaan Pilpres 2009 adalah karena bukan ditangani oleh ahlinya. Juga berarti sama dengan rencana Negara menjebloskan Ketua KPU 2009 beserta seluruh ketujuh perangkat komisionernya untuk ‘nyantri’ dipenjara! Allahu Akbar! Para ahli agama Islam dengan gelar Professor, Doktor, SAg, dll kenapa harus mereka yang mengurus urusan sepelik KPU dan Pilpres yang akan menentukan hajat hidup sekitar 225 juta penduduk Indonesia? Mereka saya duga TIDAK MEMILIKI KOMPETENSI dibidang Politik dan Statistika! Saya duga lebih jauh bahwa mereka hanya mengerti urusan akhirat! Itu juga kalau mereka faham bahwa tidak menjalankan amanah rakyat, sebanarnya berati sama juga dengan bermakna masuk neraka setelah mereka keluar kelak dari penjara didunia!

Pernyataan KPU 2009 pagi tadi di Kompas halama depan, justru menambah catatan kami-kami bahwa ada hal yang lebih buruk yang sebentar lagi kami duga akan terjadi. Karena dampak bom Marriot membuat aparat se-Indonesia jadi punya alasan untuk meningkatkan kesiagaannya dan berjaga dalam kondisi ‘siap perang.’ Namun perang dengan siapa??? Dengan rakyat sendiri??? Kenapa pagar kawat duri didepan Istana Negara harus lebih heboh dan tebal dibanding kawat Kedutaan Besar Amerika Serikat yang selama ini dianggap adalah target demo rakyat yang sedang ‘ngambek’ pada Negara adikuasa tersebut? Saya menduga ada yang salah dengan strategi yang telah dijalankan oleh pemerintahan SBY-JK lalu. Bahwa 60%-an rakyat berbondong-bondong memilih SBY-Boediono dari yang eligible to vote bukan berarti merepresentasi hajat hidup seluruh bangsa Indonesia. Apalagi bagi kita semua yang faham betul beberapa teori: (1) Teori Media/Political Marketing; (2) Teori Konspirasi; dan (3) Strategi Perang Tsun Zhu (Enclave and Pre-Emptive).

Ledakan Bom di Ritz dan Mariott juga mengalihkan fokus sebagian besar rakyat Indonesia dari BOM SESUNGGUHNYA yang berasal dari ketidakpuasan hasil yang diduga sangat curang dan sistemik SE-INDONESIA mulai dari DPRD tingkat 2, DPRD tingkat 1, dan… DPR RI. Semuanya akan bermuara kepada delegitimasi pelaksanaan dan hasil Pilpres 2009 lalu. Kita semua faham bahwa didalam riset dalam koridor akademik, margin of error yang masih dapat ditoleransi hanya 5% saja. Nah, kalau sampai 40%??? Maka jawabannya adalah BIAS, alias tidak soheh atau tidak reliable dan tidak accountable! Arti lebih lanjut lagi??? Ya, memang sejujurnya walau pahit HARUS DIULANG! Ada uang atau tidak ada uang, itu soal yang berbeda, namun dengan melihat title akademik yang terhormat Bapak SBY yang Doktor dari IPB Fakultas Ekonomi Pertanian dengan IPK 4 murni, maka dengan segala kerendahan hati ingin saya sampaikan demi nama baik IPB salah satu almamaterku tercinta agar Pak SBY memakai cara pandang metodologi soheh yang dipakai disaat membuat disertasinya dulu. Bahwa margin of error tidak boleh lebih dari 5%. Dan bila lebih dari 5%, maka… WAJIB DIULANG! Karena tidak soheh dan bias. Hapunteeen… maaf sejutaaaaa… kami sangat menginginkan dari Bapak Presiden SBY bahwa sebagai lulusan dari salah satu respectable university di Indonesia, Bapak SBY memberikan contoh kepada kami para yuniornya juga sekaligus contoh bagi kepada seluruh rakyat Indonesia terkait masalah KEJUJURAN – termasuk kejujuran akademik – yang bukan semata SANTUN dan MEMAKAI AKAL SEHAT seperti yang sering Bapak ungkapkan selama ini.


Allahu Akbar! Kita belum merdeka!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar