Avatar 1

Avatar 2

harry maksum dan nisye maksum

harry maksum dan nisye maksum
harry maksum dan nisye maksum

Senin, 13 Juli 2009

I Have Climbed The Great Wall


Keindahan Beijing pertama kali saya dengar dari Mbak Marissa Haque. Ia sering bercerita tentang pengalaman indahnya saat shooting sinetron Kembang Setaman 13 tahun lalu. Sinetron yang dibintangi Ferry Salim dan Ida Iasha tersebut memang mengambil setting di China, khususnya Beijing. Saat itu Mbak Icha menjadi produser di bawah bendera PT. Rana Artha Mulia perusahan miliknya. Sutradanya Enison Sinaro. Di tengah asyiknya bercerita, tiba-tiba ia berniat mengajak saya ke Beijing satu saat nanti. Mbak Icha ingin mengenang kembali saat-saat indah pembuatan sinetron tersebut. Tentu saja saya pun agak berbunga-bunga menerima ajakan tersebut. Yang langsung terbersit di dalam benak adalah saya harus menginjakkan kaki di Tembok Besar China (The Great Wall of China) yang sangat monumental, menawan, dan bersejarah.


Keingingan menginjakkan kaki di Tembok Raksasa yang di China dikenal sebagai "tembok panjang 10.000 li" ini semakin menggebu setelah mendengar cerita Mbak Menik, sekretaris pribadi Mbak Icha. Apalagi bumbu cerita Mbak Menik cukup heboh dengan kenangan saat dirinya kesengsem sama pedagang buah di Beijing yang wajahnya mirip Chow Yun Fat, aktor China yang ngganteng.

Mbak Icha memang belum sempat mewujudkan niatnya. Beliau masih sibuk dengan urusan disertasi doktor di IPB, sibuk kuliah di Magister Manajemen UGM, dan pencalegan di DPR-RI yang melelahkan karena harus masuk ke penghitungan tahap III. Akan tetapi, karena keinginan ke Beijing cukup menggebu, Allah memberi jalan lain. Program Tadabur Alam tahunan Asbisindo Jawa Barat ternyata ke Beijing, China. Kota bersejarah yang sedang maju pesat ini dipilih setelah mengalahkan Hongkong, Filipina, dan Brunei Darussalam dalam polling intern. China dipilih bisa jadi karena para pengurus asosiasi bank syariah ini ingin mengamalkan anjuran Rasulullah untuk menuntut ilmu ke negeri China.

Saat menginjakkan kaki di Tembok Besar China, saya merasa bersyukur karena diberi kesempatan melihat satu dari 7 Keajaiban Dunia. Great Wall memang memesona. Bangunan dengan ketinggian 8 meter dengan lebar 5 meter tersebut terbentang sepanjang 6.400 km (studi pemetaan terakhir menyebutkan panjangnya 8.850 km) dan melewati 9 provinsi yang membentang dari Benteng Jiayu di Provinsi Gansu Tiongkok Barat sampai pinggir Sungai Yalu Provinsi Liaoning Tiongkok Timur Laut. Usianya pun cukup fantastis. Dibuat sejak masa Dinasti Qin, di bawah Kaisar Qin Shi Huang (221-207 SM) diteruskan pada masa Dinasi Han (207 SM - 9 M) dan diselesaikan pada masa Dinasti Ming (1368-1644).

Arsitektur tembok yang sempat ditembus oleh ilusionis David Coperfield ini memang mirip naga raksasa yang meliuk-liuk di punggung pegunungan China utara. Setiap 180-270 m dibuat menara pengintai atau menara api. Tingginya berkisar 11-12 m. Tempat ini berfungsi sebagai menara pengintai musuh. Sehingga apabila musuh datang bisa dengan cepat diketahui dan dikabarkan kepada penduduk negeri dengan mengepulkan asap dari menara pengintai. Tembok Besar China memang dibuat sebagai benteng pertahanan untuk menahan serbuan bangsa Mongol dari arah utara.

Diwisuda
Tembok Besar China masih membuat kagum saya. Dengan kekokohan, kekuatan, kemegahan dan kebesarannya sulit membayangkan bagaimana membawa material ke pegunungan, menghabiskan dana berapa, dan membutuhkan tenaga berapa orang. Menurut, David Lee, guide local kami, tidak kurang dari 10.000 orang meninggal dalam pembuatan Tembok Besar. Mayatnya langsung dikubur di bawah tembok.

Sementara itu, Tour Leader kami, Henny Liauw memberi tahu bahwa kalau ada yang bisa mencapai beberapa menara api, akan diberi sertifikat sebagai bukti sudah menapaki Tembok Besar hingga ke atas. Informasi itu tentu saja membuat kami penasaran. Apalagi Pak Masduki. Dirut PT. BPRS Baiturridha yang semasa mudanya senang mendaki gunung menantang saya untuk mendapat sertifikat tersebut. Saya, Pak Masduki dan Henny pun melenggang bertiga. Namun sampai menara pengintai keempat Henny menyerah. Ia tidak bisa melanjutkan ke pos pertama. Akhirnya saya dan Pak Masduki meneruskan perjalanan hingga ke pos pertama. Memang benar, walaupun bukan sertifikat seperti cerita Henny, di sebuah kedai dijual souvenir I Have Climbed The Great Wall yang bisa menuliskan grafir nama kita. Harganya murah hanya 30 Yuan. Saya dan Pak Masduki pun langsung membeli dengan bangga. Karena dari 19 orang rombongan, hanya saya berdua dan Pak Masduki yang mencapai pos pertama tersebut. Ketika asyik berfoto ria, Henny mengirim SMS bahwa David, sudah menunggu. Akhirnya saya dan Pak Masduki mempercepat turun.

Ketika sampai di menara keempat, Henny ternyata ditemani oleh Pak Denny, suami Bu Megawati (pimpinan Bank Niaga Syariah Bandung), ketika diceritakan kita mendapat sertifikat, Pak Denny sangat berminat. Apalagi Pak Masduki memprovokasi terus. Pak Denny akhirnya naik lagi. Dan pulang membawa sertifikat (souvenir) untuk dikenang anak cucu. Kami pun mewisuda diri sendiri (bertiga) dengan memperlihatkan souvenir "bersejarah" bagi kami. Sekalipun David sudah cemberut menunggu kami yang lewat 1 jam, kami tidak peduli, yang penting kami sudah mendapat "sertifikat". Apalagi ternyata yang paling terlambat bukan hanya kami, masih ada tiga orang lagi. Saya yakin yang tiga orang itu adalah Pak Ade Salmon (Pemimpin Cabang Bank BTPN Syariah Bandung), Pak Rois (Pemimpin Cabang Bank BRI Syariah Bandung dan ternyata ikut juga Pak Alex Sulaiman (Komisaris Utama PT BPRS Islahul Ummah).


Mereka ternyata mengambil jalan kiri gerbang Great Wall Badaling yang agak curam. Namun, mereka tidak mendapatkan sertifikat (souvenir) lulus menaiki Great Wall. Prestasi puncak mereka adalah difoto di sebuah WC di menara api keempat. Rupanya yang menjadi provokator adalah Pak Ade Salmon yang terus memprovokasi Pak Rois dan Pak Alex. Padahal saat pulang Pak Rois sudah tidak berdaya. Dia mengaku lututnya gemetaran saat turun. Tapi dia merasa gengsi untuk berhenti menapaki Great Wall, karena selain Pak Ade Salmon yang memprovokasi, ada ayoyo (gadis cantik) asal Shanghai bernama Valentino yang membuat mereka tidak bisa berhenti.

Sebagai cowok maco (bukan macho) karena artinya cowok mawa cocooan (bahasa Sunda – yang artinya cowok yang membawa mainan anak-anak, karena Pak Rois paling rajin membeli mainan anak-anak), Pak Rois merasa gengsi harus kalah sama Valentino mahasiswi cantik asal Shanghai. Tapi akibatnya, selain tuur nyorodcod (lutut gemetaran) sampai di hotel, bahkan sampai di Tanah Air, pegal-pegal Pak Rois yang belakangan diberi gelar Kaisar Yun Yi masih terasa.

Ada kisah menarik seputar pemberian gelar Kaisar Yun Yi. Begini ceritanya. Di Bandung, selain tahu Bungkeng yang terkenal adalah toko tahu Yun Yi. Pak Rois yang bermata agak sipit dan tubuhnya kekar, mirip orang China berkulit hitam. Di pesawat pun setiap pramugari menyapa ramah dengan bahasa China. Di dalam bahasa Arab, arti pemimpin adalah Rois. Seperti Rois Am (ketua umum) NU. Bisa jadi Kaisar juga diberi gelar Rois kalau melancong ke Arab. Jadilah Pak Rois yang sipit ini diberi gelar Kaisar Yun Yi (mudah-mudahan toko tahu Yun Yi tidak keberatan).

Akan tetapi rombongan Pak Ade Salmon dan Pak Rois ini tidak mendapatkan "sertifikat", sertifikat yang membanggakan mereka adalah difoto di dekat WC tertinggi dan difoto bareng Valentino ayoyo (gadis cantik) asal Shanghai.

Opportunity & Time Value of Money dari Kacamata Indonesia Bangkit





4 Hal yang melemahkan daya saing kita…
Negara kita adalah negara yang sangat kaya, apa saja kita miliki di sini. Mulai dari tambang, laut, alam dan sebagainya. Namun demikian negara kita sangat ketinggalan dengan negara lain. Bahkan masih ke dalam kategori juru kunci untuk tingkat Asia.
Apa yang menyebabkan kita makin ketinggalan ?ini karena daya saing kita lemah. untuk memperkuat daya saing maka ada 4 hal yang harus diperhatikan yakni :

1. Suku bungan kita cukup tinggi yakni antara 14-15 sementara negara lain suku bunga 7-6 % mereka
yakni 10% tiap tahun jadi setiap tahunnya kita kalah 10 %.

2. Persoalan energi, terutama listrik, harus diakui bahwa energi kita memang kurang, di mana mana
sering mati lampu, sehingga industri kita tidak bisa jalan akibat kekurangan pasokan daya. Ini akibat
semenjak 10 Tahun terakhir kita lalai dalam membangun pembangkit energi listrik yang berbiaya
murah.

3. Infrasturktur kurang memadai, dalam hal ini jalan, jembatan, airport dan pelabuhan. Terutama pada
bidang jalan, ruas jalan kita masih kalah jauh dengan negara tetangga kita yang lebih kecil
negaranya, dan juga kita kurang mengembangkan jalur Kereta Api yang terkenal massal dan efesien.
Hal ini menyebabkan ekonomi biaya tinggi pada setiap distribusi barang, sehingga kita susah menjual
barang produksi kita dengan harga lebih murah daripada produksi cina.

4. Birokrasi yang terkenal lambat, dan tidak ada kelejalan aturan. Minta izin saja di negara ini butuh
waktu berapa lama dibanding negara lain, sehingga para investor malas berinvestasi di negara kita,
padahal kita punya banyak tenaga kerja yang murah dan produktif.

Untuk itu solusi yang pertama adalah : Kita harus menurunkan suku bunga ke level single digit. Untuk ini saya berkali kali mendatangi BI agar mau menurunkan bunga nya. memang ini agak susah, sebab dengan bunga yang tinggi akan memancing orang untuk berdeposito sementara Bunga yang rendah akan membuat orang untuk berinvestasi.

Solusi yang kedua adalah pembangunan listrik, untuk ini Alhamdulilah mulai tahun depan kita tidak lagi kekurangan listrik karena pembangkit energi listrik kita akan jadi 10.000 megawatt dan kita akan bangun lagi sampai dengan 20.000 megawatt, dalam waktu 3 tahun.

Untuk pembangunan listrik ini, saya sempat marah kepada Boedino yang saat itu masih menjabat menteri, soalnya waktu pembangunan kita canangkan pemerintah tidak punya uang. Untuk kita butuh penjaminan dari menteri keuangan melalui menteri ekonomi. Tapi waktu itu Pak Boedino tidak mau kasih jaminan dengan alasan negara tidak perlu ikut campur untuk hal tersebut. Kalau memang tidak uang, tidak usah membangun. dan saat itu saya marah besar saya bilang ke Boedino ” Kalau saudara tidak setuju, apakah saudara tega melihat bangsa ini gelap gulita, saya mau anda merubah kebijakan itu dalam waktu 5 jam. Dan akhirnya kita pun bisa membangun listrik tapi melalui penjaminan Sindikasi Bank Cina.

Jadi itulah watak orang-orang yang berpikir liberal mereka sama sekali tidak mau tau kalau rakyatnya susah. Padahal waktu krisis Global, mereka darang merengek rengek minta supaya saya kasi Blanket Garanty 100 % terhadap keredit Bank. Ini sama saja kita membuka BLBI jilid II. Untuk itu saya katakan Tidak! Bagaimana tidak untuk kebutuhan rakyat, mereka tidak mau peduli tapi untuk kepentingan kapitalis masa rakyat yang harus jamin ? waktu itu mereka ngotot. dan mengatakan kalau hal ini sudah disetujui oleh atasan, saya sampai menggebrak meja dan menyuruh mereka keluar. Tidak apa saya dibilang tidak loyal kepada Presiden yang penting saya loyal kepada bangsa Indonesia.

Solusi yang ketiga mengenai infrastruktur, untuk saat ini kita mencoba menggalakkan lagi pembangunan jalan tol, jalan negara, dan jembatan. serta pengembangan jalur kereta Api sehingga bisa dilewati oleh jenis kereta api cepat. Demikian juga dengan bandara dan lain lain.

yang keempat adalah reformasi masalah birokrasi. tentu anda semua merasakan mengurus apa apa di negeri ini sangatlah lama, urus KTP bisa 1 bulan, surat tanah, izin izin dan sebagainya. untuk itu kita harus perjelas urus KTP berapa lama, surat izin berapa lama dan itu semua harus ada aturannya. Jangan seperti selama ini yang tidak jelas aturannya sehingga para birokrat seenaknya saja mempermainkan untuk kepentingan pribadi. cepat atau lambat tergantung berapa yang bisa anda bayar. Hmmm... memanglah benar yang sering dikatakan orang Indonesia: "Time Is Money…"

Renungan di Depan TV: Aditia Ekalaya (Kompasiana.com)



Di rumah saya, tempat paling hidup adalah ruangan keluarga.
kenapa ?
Karena ada sebuah televisi disana.
Sore hari saya dan istri bersantai didepan televisi sambil mengasuh anak-anak.
Malam hari ketika anak-anak telah berangkat tidur saya dan istri kembali berada didepan televisi untuk menyaksikan tayangan film lepas, dvd, berita atau hanya sekedar ngobrol.
Saya sangat senang berpindah-pindah saluran televisi.
Ketika maghrib menyapa saya selalu menghindari acara dari stasiun TransTV dan GlobalTV karena ada acara komedi yang untuk saya dan istri tidak masuk akal dan cenderung norak.
Saya juga menghindari acara dari Indosiar dan SCTV.
Kenapa ?
Ya saya sudah sangat hafal jika kedua stasiun televisi itu sudah dipenuhi oleh acara sinetron.
Acara yang untuk saya hanya menjual kebencian dan mimpi belaka.
Walau kadang saya sengaja menonton acara sinetron tersebut, itu tidak lebih dan tidak kurang hanya untuk menertawakan isi cerita tersebut dan juga menertawakan mereka yang ketagihan menontonnya.
Mungkin sudah rahasia umum jika ada mafia sinetron dihampir semua stasiun televisi kita

Stasiun televisi yang selalu dipenuhi oleh acara dangdut malah tidak pernah saya tonton.
Mungkin karena nama stasiun tersebut yang menggunakan kata ‘ Pendidikan ‘ tapi pada kenyataannya hanya menayangkan acara-acara murahan yang tidak mendidik.

Entah jika ada stasiun tv lain yang ikut menayangkan acara sejenis karena kebetulan penerimaan gambar di daerah saya kurang baik sehingga hanya beberapa stasiun tv yang dapat kami saksikan.
Saya berangan-angan untuk berlangganan TV satelit yang isinya dipenuhi oleh tayangan Discovery Channel, NatGeo, Animal Planet, dan acara sejenis.
Apa daya keuangan saya tidak mencukupi..

Pada larut malam saya juga kadang menghindari stasiun TV yang menayangkan acara Tukul.
Untuk saya acara tersebut hanya acara komedi talkshow yang tidak terkontrol.
Bahasa yang terucap kurang mendidik dan buktinya sudah beberapa kali acara tersebut diberikan teguran.
Ini hanyalah selera pribadi saya dan istri saya saja yang lebih memilih acara talkshow yang lebih berbobot seperti acara KickAndy.

Akhirnya stasiun tv yang kami tonton malam-malam hanyalah stasiun tv yang menayangkan berita dan film lepas saja. Walaupun berita nya kadang sudah basi, film nya telah diputar ratusan kali, tetap saja kami tonton.
Mungkin karena kami haus akan acara yang berkualitas dan menghibur.

Pertanyaan dalam benak saya..
Apa masih ada acara televisi yang berkualitas ?
Hampir semua acara televisi sudah dipenuhi oleh acara ’sampah’.

Jeritan Pedagang Pasar Tradisional: Marissa Haque



Empatiku yang luar biasa kepada pasar tradisional ketika melihat data yang ada. Memang data ditanganku ini bukan yang paling terakhir, namun tahun 2007 bukanlah tahun yang terlalu lama telah lewat. Dimana sejumlah 4.707 pasar tradisional ditinggalkan pedagang karena kalah brrsaing dengan ritel modern dalam lokasi yang sama. Angka diatas tersebut adalah setara dengan besaran 35% dari total pasar tradisional diseluruh Indonesia. Percepatan pertumbuhan ritel modern didalam kurun waktu sangat singkat berhasil menggilas sumber pendapatan wong cilik pada lini akar rumput.

Data yang saya peroleh dari Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional menyatakan bahwa pada tahun 2007 jumlah total pedagang tradisional terdapat sebanyak 12.625.000 pedagang, namun pada akhir tahun 2008 tercatat tinggal 11.000.000 pedagang saja. Sehingga total dala jangka waktu hanya setahun, sebanyak 1.625.000 pedagang yang gulung tikar. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus dan didalam kampanye Capres dan Cawapres 2009 ini hanya ada 1 (satu) saja pasangan yang menyentuh kepentingan perlingan pada kelompok ini dapat dibayangkan tak lama lagi sebagian besar dari mereka akan mati pelan-pelan seperti apa yang pernah dijelaskan didalam teori Darwin terkait dengan istilah proper to the fittest.

Ritel Masuk Desa Tasik dan Garut, Jabar
Penyebab yang signifikan membunuh para pedagang tradisional ini adlah ketika pasar ritel modern yang tadinya hanya berada dikota-kota besar kemudian merambah tak terkendali hingga masuk kedesa-desa. Sebagai contoh adalah wilayah Dapil Jabar 10 dan 11 ketika kampanye legislatifya ng baru lalu kemarin – sekitar Garut dan Tasikmalaya. Dikota Tasikmalaya yang memiliki luas 171 km2 sekarang ini telah berdiri 9 buah supermarket dan 13 minimarket, ditambah 1 buah hypermarket yang berlokasi ddialam pusat belanja Maya Sari Plaza – sebelumnya adalah sebuah pasar tradisional. Ritel modern ini menawarkan harga jual yang jauh lebih murah serta suasana yang lebih nyaman kepada para pengunjungnya. Barang lebuh murah yang ditawarkan kepada pembeli biasanya berkisar sekitar consumer goods dan house holds dari tusuk gigi, peniti sampai barang elektronika. Beberapa diversivikasi usaha yang merupakan SBU (strategic business unit) dari peritel ini adalah juga memproduksi sendiri beberapa produk urusan rumah tangga, antara lain seperti: kecap, kertas tisu, dan lain sebagainya dengan memakai merek mereka sendiri yang mereka sebut sebagai private label semisal yang telah diproduksi peritel asal Perancis Carrefour. Biasanya produk-produk yang diproduksi oleh peritel besar ini jatuhnya menjadi sangat murah karena mereka langsung berhubungan dengan produsen. Lama-lama mereka juga mengembangkan usaha menjadi principal, distributor sekaligus grosir. Sehingga semakin sempit dan tersingkirkan saja ruang gerak mereka yang bergerak dilini bawah terkait dengan ekonomi kerakyatan.

Kebijakan pemerintah yang meminggirkan keberadaan mereka ini, diperkuat dengan Permendag No. 53 Tahun 2008 berisi 28 buah pasal yang yang ditandatangani oleh Ibu Marie Pangestu pada tanggal 12 desember 2008, berisi pengaturan tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan pasar modern. Besar harapan saya dan sebagian besar pengamat ekonomi kerakyatan agar para pasangan Capres dan Cawapres yang akan maju nanti ini ada yang dengan serius menyatakan keberpihakannya atas intervensi dari Negara kepada para pengusaha jaringan akar rumput ini demi pemerataan ekonomi berkelanjutan yang tidak sekedar mengejar growth atau pertumbuhan semata. Kalau toh ada yang meneriakkan kepentingan pemerataan baru terlihat pada iklan Bapak Prabowo Subianto semata, karena kebetulan Bapak Prabowo juga adalah Ketua dari Persatuan Pedagang Tradisonal ini. Namun begitu Pak Prabowo bergabung dengan Ibu Megawati, apakah cerita kedepannya masih akan sama? Ini adalah peluang sekaligus tantangan yang masih belum terlihat nyata digarap dengan serius oleh seluruh pasangan Capres yang tiga pasang ini tanpa terkecuali.

Allahu Akbar! Kita belum merdeka!

Membongkar Kasus Suap di Poso Bersama Komisi 8 DPR RI





Di Poso, Marissa Haque Soroti Upeti Dan Penyaluran Jadup
Dari Perjalanan Tim Komisi VIII DPR RI



Kamis, 23 Desember 2004

Setelah melakukan dialog dengan jajaran pemerintah Kabupaten Parimo, tim Komisi VIII DPR RI melanjutkan kunjungan ke Kabupaten Poso. Apa saja yang menjadi sorotan anggota Komisi VIII ini di Poso? Berikut laporannya.

http://www.radarsulteng.com/berita/i…engah&id=34544

Jika di Parimo tim komisi VIII lebih banyak memberi masukan seputar telknologi informasi (TI) bagi pemerintah kabupaten Parimo, diluar dugaan, pungutan di pos-pos pengamanan ternyata menjadi sorotan tajam oleh tim Komisi VIII DPR RI ketika melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Poso, rabu 22/12 kemarin.

Sorotan terhadap pemberian ‘upeti’, oleh sopir kendaraan besar kepada aparat keamanan yang bertugas di pos pengamanan tersebut diungkapkan anggota tim komisi saat acara tatap muka dengan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda di Baruga Toru Lembah pada Selasa malam.

Menariknya, yang menyoroti pemberian upeti kepada aparat keamanan adalah Marissa Haque, SH. Politisi baru dari PDI Perjuangan ini menyoroti pemberian upeti (duit) oleh supir kepada anggota di pos pengamanan karena Ia melihat dengan mata kepala sendiri sewaktu dalam perjalanan masuk ke Wilayah kabupaten Poso. Katanya, dirinya bersama teman-teman anggota Komisi lainnya sangat menyayangkan kejadian ini. Kapolres Poso, AKBP Drs Abdi Dharma yang juga turut hadir pada malam itu langsung dimintai penjelasannya oleh Istri Ikang Fawzi itu. Termasuk juga yang ditanyakan adalah penanganan dan proses hukum terhadap pelaku kasus Jadup, Bedup dan masih banyak lagi kasus lain yang ditanyakan.

Kapolres Poso AKBP Abdi Dharma yang diberi kesempatan memberu penjelasan, mengakui adanya anggota di pos pengamanan menerima pemberian uang di pos pengamanan dari sopir. Olehnya Ia berjanji akan berusaha untuk menertibkan hal itu. Sementera soal penanganan Jadup dan Bedup, katanya, sekarang ini sudah enam orang yang dijadikan tersangka dan saat ini telah menjalani proses hukum di Polda Sulteng. Menjawab pertanyaan Komisi VIII berkaitan dengan mekanisme penyaluran dana Jadup dan Bedup, Bupati Poso, Azikin Suyuti yang kebetulan saat itu masih menjabat sebagai Kadis Kessos Sulteng mengatakan, bahwa warga yang diberikan dana Jadup dan Bedup ini berdasarkan data dari RT. Diakuinya, bhwa setelah dilakukan klarifikasi, ada satu KK menerima dana sampai tiga kali. Menyangkut adanya penyelewengan dana itu, kata Bupati, Ia mempersilakan penegak hukum untuk memprosesnya. Dalam pemaparan itu, Bupati Andi Azikin membuat satu rekomendasi untuk diperjuangkan oleh Komisi VIII yakni agar Poso dibuatkan Inpres. Kemudian juga mengupayakan agar 300 KK yang belum menerima dana Jadup dan Bedup, dapat diperjuangkan agar dana itu turun ke Poso.

Agenda lain Tim Komisi VIII DPR RI pada Rabu (22/12) pagi, bersama dengan Bupati dan DPRD Poso, mengunjungi tempat pengungsian yang ada di Kota Poso. Diantaranya mengunjungi kamp pengungsi dari Kilo sembilan yang ditampung di penginapan Anugerah, selanjutnya menuju Tentena. Dalam tatap muka itu, turut hadir, Bupati Poso Andi Azikin Suyuti, ketua DPRD Poso S Pelima, Sekkab Awad Al Amri SH, Para muspida, Kepala-kepala Dinas serta pejabat di lingkungan Pemkab Poso. Tim Komisi VIII yang beranggotakan enam orang itu dipimpin oleh Ny Aisyah Baidowi adik kandung mantan Presiden Gus Dur yang sekaligus juga merupakan Bibi (Tante) dari Marissa Haque. (wan)